Laman

Kamis, 28 April 2011

Subyektivitas dan Obyektivitas (2)

Bagi seorang guru apabila membuat soal dalam bentuk pilihan ganda atau jawabannya sudah ada, maka soal tersebut dikatakan soal dalam bentuk obyektif. Kenapa demikian, karena siapapun yang mengoreksinya, menilainya dengan standar penilaian yang sama maka akan mendatangkan hasil nilai yang sama. Sedangkan apabila soal itu dibuat dalam bentuk uraian,  belum ada jawabannya maka disebut soal dalam bentuk subyektif. Mengapa, karena apabila terjadi koreksi atau penilaian terhadap jawaban tersebut oleh beberapa orang penilai walaupun dengan standar penilaian yang sama, maka hasil nilainya nanti tidak akan sama. Kenapa tidak sama, karena adanya faktor subyektivitas yang ada pada penilai, bisa karena pengetahuan yang berbeda, bisa karena kepentingan yang berbeda atau bisa juga karena suka dan tidak suka yang berbeda.

2. Jangan melihat atau memandang siapa yang berkata tapi pandang dan lihat apa yang dikatakannya.

Kita perluas dulu ruang lingkup dari kalimat tersebut diatas, memandang atau melihat  bukan saja dari sisi perkataan tapi dari semua aspek kehidupan. Memandang atau mendengar apa yang dikatakan orang tanpa melihat siapa mengatakan adalah usaha untuk bersikap secara obyektif, jujur, adil, menghargai, demokratis. Pengaruh yang ditimbulkan bukan saja pada diri kita tapi juga pada orang yang menyatakan itu. Apakah pengaruh itu ? diantaranya adalah kesalah pahaman dari pemikiran orang itu bisa diminimalisir. Sedangkan bagi kita yang mendengarkan, akan mengembangkan keluasan pikiran, ketenangan, tidak terburu-buru, sehingga akan memunculkan kecerdasan kita, cerdas dalam bersikap.
Kita tidak akan bisa menyatakan sebuah masalah itu subyektif atau obyektif apabila tidak mempunyai pengetahuan yang berkaitan dengan masalah itu.
Sering kita memperlakukan sesuatu hanya melihat siapa yang berkata, tapi tidak melihat apa yang dikatakannya. Kalau  bersikap seperti itu maka akan lebih banyak subyektivitas bersama kita. Yang jadi pertanyaan, kenapa kita sering bersikap seperti itu ? jawabannya adalah ketidaktahuan dan kepentingan diri.  Seseorang yang bersikap subyektivitas terhadap sebuah masalah karena ketidaktahuannya dan kepentingan diri ketika ditanyakan, dia bilang suka, senang, memihak pada mereka, menguntungkan. Bila sudah demikian bagaimana kita bisa melihatnya secara obyektif. Itu adalah dari sisi positif dan ketika ditanyakan negatifnya maka akan keluar perkataan-perkataan yang tidak menyenangkan bahkan lebih panjang dan lebar pembahasannya.
Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan, agar bisa bersikap obyektif, yaitu :
  1. Perkataan benar,  penampilan baik
  2. Perkataan benar,  penampilan sederhana
  3. Perkataan tidak benar,  penampilan baik
  4. Perkataan tidak benar, penampilan sederhana
Nomor 1 dan  2 adalah sebuah patokan yang bisa kita pakai atau lakukan agar bisa obyektif. Sedangkan untuk nomor 3 dan 4 apabila kita pakai dan lakukan maka akan masuk pada perangkap subyektivitas, yaitu kebodohan dan kepentingan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar