Keterasingan berasal dari kata terasing, asing berarti sendiri, sehingga tersisihkan dari pergaulan, terpisahkan dari yang lain, atau terpencil. Jadi kata terasing berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pegaulan, terpencil atau terpisah dari yang lain. Keterasingan adalah bagian hidup manusia, sebentar atau lama, orang pernah mengalami nya.
Seorang anak yang kira-kira berumur sepuluh tahun ketika pulang ke rumah sehabis bermain menangis-nangis. Ketika ditanya kenapa menangis, dia tidak langsung menjawab, karena ketika dia mau berbicara malah yang terdengar hanya suara tangisnya lagi. Setelah tangisnya reda baru anak itu bisa bicara dan menceritakan, teman-temannya dalam tidak mau menemaninya bermain bahkan mengasingkannya.
Ketika rasulullah dan sahabat beliau menyiarkan islam pada masa awal perkembangan juga diasingkan oleh kaum Quraisy dengan maksud agar islam tidak berkembang. Bahkan dengan sebuah perjanjian yang isinya “apabila tulisan perjanjian itu hancur maka selesailah pengasingan itu” yang mereka letakkan di dalam ka’bah. Menurut logika tulisan itu tidak akan hancur hanya dalam tempo yang singkat, mungkin sampai puluhan tahun. Tapi ternyata kehendak Allah lain, antara 2-3 tahun ternyata perjanjian itu telah rusak, maka bebaslah rasulullah dari pengasingan /blockade itu (disini ada rahasia yang ingin diajarkan Allah kepada rasulullah, mudah-mudahan nanti bisa dituliskan). Ini juga dinamakan keterasingan atau diasingkan, walaupun dengan model yang lain.
Kadang-kadang yang sudah dewasa juga sering merasakan keterasingan atau diasingkan oleh kawan-kawan kita . Ada dengan alasan dia sering menyakiti hati orang, ada dengan alasan tidak sependapat, ada dengan alasan persaingan, ada dengan alasan tidak satu level, dan alasan-alasan lainnya.
Bahkan kita sendiri sering merasakan, walau kawan-kawan, baik dari segi prilaku ataupun kata-kata tidak pernah mengasingkan kita tapi kita merasa terasing. Berkumpul dengan orang banyak, berpesta, bermain-main, waktu bekerja tetapi terasa ada keterasingan.
Kalau kita tanyakan lebih jauh, apa yang menyebabkan munculnya rasa keterasingan ini ? Setelah ditelusuri lebih jauh rasa keterasingan itu ternyata disebabkan oleh adanya sesuatu dimana kita tidak bisa menerima kondisi itu atau belum tercapai keinginan sehingga mendatangkan kekecewaan. Pelampiasan dari kekecewaan ini bermacam-macam, ada yang marah, ada yang menangis, ada yang dendam, ada yang benci, ada yang menjauhi, ada yang melawan, ada yang minta bantuan. Itulah cermin keterasingan yang diikuti munculnya kesepian, kekecewaan yang diakibat oleh tidak terima kondisi saat itu atau keinginan yang tidak tercapai.
Kekecewaan dalam bentuk apa pun juga, sudah pasti ditimbulkan karena merasa dirinya dirugikan, lahir maupun batin. Hal ini adalah lumrah bagi manusia karena manusia mempunyai ego/aku. Si aku, seringkali juga meluas sifatnya menjadi si kami, keluargaku, golonganku, bangsaku, partaiku, sahabatku.Nampak sekali pada kehidupan kita di Indonesia pada saat ini baik bidang sosial, agama, ekonoi, politik dan sebagainya yang merupakan cermin keterasingan, kekecewaan yang melahirkan kerusuhan. Semuanya itu disebabkan oleh si ego yang selalu ingin senang, oleh karena itu kalau dia tidak dibikin senang, dan bahagia kecewalah dia.
Sekarang kita coba untuk mengajukan pertanyaan lagi, apakah keterasingan, yang mendatangkan kekecewaan itu bisa kita atasi ?. Ada sebuah ungkapan “ramai dalam kesendirian dan sendiri dalam keramaian”. Kalimat ini berarti mempunyai makna, sendiri atau dengan orang tetap dalam keadaan ramai, tidak sunyi, tidak sepi, tidak kecewa, bahkan bisa sebaliknya yaitu ramai, gembira, damai, bahagia, tenang walaupun diasingkan atau mengasingkan diri.
Memang demikianlah keadaan hidup kita manusia ini. Kesenangan, keindahan dan kebahagiaan itu sebenarnya SUDAH ADA di manapun dan kapanpun. Akan tetapi kesenangan, keindahan itu tidak nampak dan kebahagiaan itu tidak terasa oleh kita apabila batin kita penuh dengan masalah-masalah kehidupan, penuh dengan pertentangan, kekhawatiran, keputusasaan, kemarahan, kebencian, yang kesemuanya itu mendatangkan duka atau kecewa. Jelaslah bahwa kesenangan,keindahan, ketenangan dan kebahagiaan itu tidak dapat dicari DILUAR DIRI KITA, karena sumber dari segalanya berada di dalam diri kita sendiri. Kalau batin kita sudah bebas dari segala pamrih, bebas dari segala macam keinginan untuk memperoleh hal-hal yang tidak ada. Sering sekali kita mencari yang tidak ada, contoh, ketika perut kita lapar kemudian membuka lemari, terlihat jenis makanan yang akan kita makan, hati kemudian bicara makanan ini terus yang disajikan terasalah sudah kekecewaan, kalau kita makan, makanpun menjadi tidak nikmat. Apabila kita menikmati yang ada, maka akan nampaklah dan terasalah segala kenikmatan, ketenangan, kesenangan, keindahan yang terbentang di hadapan kita, di manapun dan bilamanapun! Hal-hal seperti ini tidak mungkin dapat dimengerti kalau hanya dibicarakan sebagai teori hampa belaka, melainkan harus dihayati di dalam kehidupan sehari-hari itu sendiri.
Karena kita sebagai manusia, maka hal yang lumrah juga apabila kita merasa kecewa, lalu bagaimana cara mengatasi kekecewaan, padahal tidak bisa kita tolak. Jalan keluarnya hendaklah kamu jangan masuk pada lingkaran kekecewaan itu, keluarlah, bagaimana cara keluarnya ?.
Melakukan tindakan apa pun juga untuk melenyapkan kekecewaan tidak akan berhasil membebaskan diri daripada kekecewaan. Kekecewaan tidak dapat dilenyapkan oleh daya upaya. Kekecewaan adalah si aku itu sendiri, satu di antara sifat si aku yang selalu ingin senang, maka kalau kesenangannya terganggu, tentu kecewa. Jalan satu-satunya bagi kita hanyalah mengenal aku, mengenal kekecewaan, mengerti kekecewaan dan hal ini hanya dapat terjadi apabila kita mau menghadapi kekecewaan tanpa ingin mengubah, tanpa ingin menekan atau melenyapkan! Kalau kekecewaan datang, kalau kita merasa tidak senang lalu kecewa, kita menghadapi kekecewaan itu seperti kenyataannya, kita memandang dan mengamati saja penuh perhatian, penuh kewaspadaan tanpa pamrih apa-apa, tanpa ingin menguasai menekan atau melenyapkan. Kalau kita memandang dan mengamati dengan penuh perhatian tanpa perasaan atau keinginan apa-apa, berarti kita sadar waspada, maka semua akan nampak terang dan kekecewaan akan musnah tanpa kita hilangkan atau tekan. Artinya kita hanya mengawasi, mengamati keadaan diri kita, kita sadar kita sedang kecewa. Karena seorang pengawas atau pengamat adalah seorang yang bisa objektif tanpa harus masuk pada kekecewaan itu. Kalau tidak masuk berarti tidak terikat, kalau tidak terikat berarti bebas, kalau bebas berarti merdeka. Merdeka dari keterasingan, merdeka dari kekecewaan lalu katakanlah “Aku Merdeka”.
Karena itu belajar dan berlatihlah dalam kehidupan keseharian kita supaya jangan hanya sampai pada pegetahuan tapi sampai pada perasaan tentunya perasaan yang halus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar