Laman

Senin, 03 Januari 2011

Pendidikan/Pengajaran

Metodologi Pembelajaran dan Soal Ujian Nasional
Ketika di sekolah kami melaksanakan Pelatihan Metodologi Pembelajaran, waktu itu nara sumber kami memberikan  materi yang berkaitan dengan pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa, dan guru hanya sebagai fasilitator. Berbagai macam model pembelajaran  pada saat itu disampaikan, dijelaskan, dan dipraktikan seperti :
1.      Model Dire4ct Instruction
2.      Model Cooperative Learning
3.      Model Problem Based Learning
4.      Model Generative Learning
5.      Model Inquiry-Discovert Learning
6.      Model Classroom Discussion Learning
7.      Model Learning Strategies
8.      dll
Model Pembelajaran tersebut diarahkan atau ditujukan agar semua siswa bisa aktif. Ternyata semua metologi tersebut bersumber dalam mengaplikasikan tujuan pendidikan nasional agar siswa tidak sebagai objek didik tapi sebagai subjek didik. Dari pelatihan pembelajaran tersebut saya merasakan guru tidak lagi mendominasi dalam proses belajar mengajar, sehingga guru dapat lebih ringan kerjanya  tapi harus betul-betul  mempersiapkan diri sebelum mengajar.
Tujuan pendidikan nasional yang menganggap siswa sebagai subjek didik juga dilatarbelakangi dari hasil penelitian yaitu :
MODUS PENGALAMAN BELAJAR :
Kita belajar  akan  memperoleh ;

1.       10% dari apa yang kita baca,
2.       20% dari apa yang kita dengar,
3.       30% dari apa yang kita lihat,
4.       50% dari apa yang kita lihat dan dengar,
5.       70% dari apa yang kita katakan, dan
6.       90% dari apa yang kita katakan dan lakukan

 (Sheal, Peter (1989) How to Develop and Present Staff Training Courses. London: Kogan Page Ltd.) 
Dengan adanya hasil penelitian tersebut maka kecerdasan dari siswa sebagai subjek didik akan menjadi maksimal yaitu 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan dan metodologi yang paling sesuai dengan hasil penelitian tersebut adalah metode pembelajaran siswa aktif, apapun modelnya yang dipilih.
Sampai permasalahan ini  apa yang diinginkan dalam pendidikan nasional kita belum menemukan kendala. Namun ketika proses pembelajaran mulai berjalan terasalah  kendala yang dihadapi diantaranya :
1.      Apakah sebagian besar dari siswa kita sudah siap untuk menerima pembelajaran seperti metodologi tersebut ?

Jangan lupa ! ,  Pembelajaran siswa aktif dengan berbagai macam nama itu adalah hasil penelitian dari bangsa Barat,  berarti pola pikir Barat yang liberal dan invidualis.  Dengan latar belakang budaya mereka yang liberalis dan individualis dengan menerapkan metodologi siswa aktif  untuk  masyarakat pendidikan mereka,  menjadi tidak banyak kendala. Karena liberalis berarti kebebasan dan invidualis berarti perorangan. Pola pikir mereka sudah terbentuk, kalau ingin maju maka kebebasan sifat liberalis dan individualis telah  memberikan dan membuka kesempatan bagi mereka yang seluas-luasnya tanpa tergantung pada orang lain, ingin maju atau tidak maka mereka sendiri yang menentukannya. Sehingga ketika metodologi  pembelajaran siswa aktif digunakan mereka sudah siap karena sudah terbentuk budayanya. Maka wajar sebagian besar dari siswa mereka bisa aktif.
Sedangkan kita bangsa Timur khususnya Idonesia pola pikirnya terbentuk dari kebersamaan, maju dan berhasil bersama-sama dan tidak berhasilpun juga bersama. Ketika metodologi ini dilaksanakan, maka yang bisa aktif hanya sebagian kecil saja, dan ternyata sebagian besar aktifnya dalam hal ngobrol kesana kemari tentang hal lain dan materipun akhirnya sedikit sekali mereka kuasai karena belum membudaya dan ditambah dengan permasalahan yang kedua yaitu ;

2.      Apakah sarana dan prasarana yang ada disekolah tersebut sudah mendukung ?
Bicara tentang sarana dan prasarana dalam segala hal kita selalu tidak memadai, jangankan bicara tentang kelengkapan teknologi dan informasi (TIK) disekolah tersebut, yang paling mendasar saja yaitu buku-buku, kita sangat kekurangan, bagaimana mau berhasil dengan maksimal,akhirnya  selalu tertinggal. Mau melengkapi dananya tidak ada, minta sumbangan orang tua latar belakang eknominya sebagian besar dari kalangan bawah, sumbangan pemerintah banyak kebocorannya,  sedih
3.      Apakah gurunya sudah menguasai metodologi pembelajarn tersebut ?, sudahkah disiapkankan ?

Nah, permasalahan yang ketiga ini  dianggap oleh pemerintah tidak masalah apalagi dengan adanya sertifikasi guru. Guru sudah dianggap sebagai seorang  professional yang mampu menjalankan model seperti apapun yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan.  Pernahkan dirasakan oleh pembuat kebijakan, dengan 24 jam wajib mengajar setiap minggunya bagi guru yang sudah mendapatkan sertifikasi, apakah dengan 24 jam wajib mengajar terlalu banyak, sedang,  atau sedikit. Bagi mereka menghitungnya sederhana saja waktu yang tersedia dalam 1 minggunya adalah 42 jam pelajaran, (perjam pelajaran 45 menit), dengan tuntutan ngajar 24 jam maka waktu kosong bagi guru masih ada 16 jam pelajaran, sederhana sekali. waktu yang kosong itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan persiapan sampai penilaian pembelajaran. Mereka tidak pernah merasakan dan mengetahui untuk masuk ke kelas selama 2 jam pelajaran, setelah guru mempersiapkan administasi maka waktu yang digunakan untuk mempersiapkan materi yang akan disampaikan dalam pembelajaran menghabiskan waktu sampai jam 11 atau jam 12 malam di rumah agar dalam pengajaran nantinya bisa maksimal, kemudian ada evaluasi yang dituntut adanya analisis butir soal, berapa menit waktu yang dihabiskan untuk mengoreksi satu orang siswa, minimal 10 menit kali satu kelas 30 orang kali 12 kelas, berapa waktu yang terpakai ? berapa : ternyata 3600 menit sama dengan 60 jam sama dengan 80 jam pelajaran, luar biasa  !!!!!!!.
Inilah gambaran kerja guru yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan, guru yang professional, guru yang punya sertifikasi.
Sementara untuk menjadi seorang yang yang professional dalam pembelajaran, sebagian besar guru tidak pernah disiapkan. Bagaimana mau siap, bagaimana mau maksimal, bagaimana mau professional.
Apabila ada di sekolah-sekolah anda guru bisa menyelesaikannya dari persiapan administrasi, persiapan materi, sampai evaluasi dengan baik seperti yang diatas itulah dia seorang guru yang profesionala.  Luar biasa……………..  Benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa, selamat pada guru yang bisa professional.

4.      Apakah soal-soal yang dikeluarkan dalam penilaian akhir (Ujian Nasional), berpolakan pembelajaran siswa aktif ?
Kenapa pertanyaan-pertanyaan tersebut saya munculkan, karena saya merasakan dan melihat, ketika dilaksanakan penilaian akhir ternyata soal-soal yang dikeluarkan tidak mengarah pada bentuk proses yang siswa lakukan dalam pembelajaran siswa aktif. Jangankan siswa, guru pemegang mata pelajaran tersebut saja kalau disodorkan dengan soal-soal seperti sekarang ini mungkin untuk mendapatkan nilai tuntas, umpama dengan KKM 70 tidak akan mencapainya.
Kalau kita mau jujur apa yang saya kemukakan ini adalah kenyataan, contoh ketika di kelas XII/3 Bahasa ada mata pelajaran Sejarah Budaya sekarang diganti dengan Antropologi Budaya. Saya mencoba untuk menjawab soal yang berjumlah 50 buah ternyata saya  hanya dapat menjawab kalau di konversi dengan nilai yaitu 65. Itu gurunya, jangan tanya siswanya, walaupun kita tidak bisa juga menutup mata bahwa diantara siswa nantinya ada yang nilainya lebih tinggi dari pada nilai gurunya.
Kenapa bisa begitu ? Karena bahan yang harus diajarkan kepada siswanya sangat banyak dan luas, serta lebih banyak bersifat hafalan.
Semoga tulisan ini bermanfaat, amin
Akan terbit tulisan :
1.      Selingkuh
2.      Birahi