Sebuah ungkapan bahasa yang kalau kita renungkan mempunyai penafsiran yang bermacam-macam tapi dalam satu tujuan, tujuannya hanya satu yaitu agar kita berakhlak karimah. Penafsiran yang bermacam-macam itu bisa kita hubungkan dengan akhlak kita pada alam semesta, akhlak kita pada sesama manusia, atau akhlak kita pada diri sendiri dihadapan Allah SWT.
Mari kita kaitkan dengan akhlak kita pada alam semesta, sebelum menguraikannya saya ingin mengutip dulu bait-bait sebuah lagu dari Bang H. Rhoma Irama yaitu :
Tiap mala petaka
Didalam dunia
Semua itu karena
Olah manusia
Siapa yang mendatangkan
Banjir yang melanda
Siapa yang mendatangkan
Topan yang melanda
Tanyakan dirimu
Dari bait lagu tersebut, kalau kita hubungkan dengan kondisi alam bangsa Indonesia saat ini atau permukaan bumi, maka kita bisa menerima kebenaran dari bait lagu tersebut. Yang jadi pertanyaan adalah dimana letak kesalahan kita terhadap alam ini. Sambil bercanda saya pernah menulis pada status saya di fb dengan kalimat tersebut diatas kemudian saya tambahi pada komentarnya. “Sungai-sungai di Indonesia sekarang ini sering mengalami kebanjiran atau meluap karena turunnya hujan. Meluapnya air sungai tersebut disebabkan sungai tersebut mengalami pendangkalan sehingga tidak mampu lagi menampung air hujan. Disamping terjadi luapan atau kebanjiran, air luapan tersebut juga keruh dan tidak sehat”. Sampai pada sungai yang mengalami pendangkalan ini saja kita sudah bisa menjawab, kenapa banjir, meminjam bait lagu terakhir Bang H. Rhoma Irama, “tanyakan dirimu”.
Kita lanjutkan akhlak kita pada manusia lain, sekarang ramai sekali dipertontonkan kepada khalayak ramai melalui televisi atau media-media yang lain tentang demonstrasi, kerusuhan, tawuran, perkelahian dan lain-lain hampir di seluruh Indonesia. Sekarang kita tanyakan apa penyebabnya, maka jawabnya adalah telah terjadi pendangkalan rohani masyarakat Indonesia. karena mengalami pendangkalan, masyarakat kemudian meluapkannya dengan turun kejalan atau merusak sarana-sarana yang dimiliki oleh yang mereka anggap bersalah, atau dianggap sebagai musuhnya.
Sekarang kita evaluasi akhlak diri kita terhadap diri kita sendiri, apakah mengalami pendangkalan juga atau tidak, untuk menjawabnya kita kembalikan pada bait lagu terakhir “tanyakan dirimu”. Karena diri sendirilah yang paling paham tentang dirinya, atau mengetahui dirinya.
Sebagai ukuran atau parameternya, kita kembalikan saja pada judul diatas yaitu “Hanya yang kosong, dapat menerima tanpa meluap”. Kalimat ini mengandung pengertian, dalam situasi yang seperti apapun hati kita, apakah senang, apakah susah, apakah sedih, apakah gembira dan lain-lain, kita menerimanya tanpa luapan, maka dapat dikatakan hati kita dalam keadaan kosong, dan tentu saja isinya penuh dengan Allah. Sedangkan kebalikannya adalah, apabila gembira, sedih, senang, susah kita lakukan dengan luapan maka kelihatanlah hati kita sedang mengalamipendangkalan diisi oleh hal-hal lain selain Allah.
Sekali lagi mari kita evaluasi diri kita, jika terjadi ketidaknyamanan, janganlah gampang menyalahkan orang lain, tapi lebih dulu salahkanlah diri sendiri. Karena cara ini adalah jalan terbaik mengatasi masalah.
Demikian, semoga kita selalu mendapatkan hidayah, dan selalu berada dalam hidayah, terima kasih, selamat merenungkan.