Laman

Selasa, 31 Mei 2011

Hanya Yang Kosong, Dapat Menerima Tanpa Meluap

Sebuah ungkapan bahasa yang kalau kita renungkan mempunyai penafsiran yang bermacam-macam tapi dalam satu tujuan,  tujuannya hanya satu yaitu agar kita berakhlak karimah.  Penafsiran yang bermacam-macam itu bisa kita hubungkan dengan akhlak kita pada alam semesta, akhlak kita pada sesama  manusia, atau akhlak kita pada diri sendiri dihadapan Allah SWT.

Mari kita kaitkan dengan akhlak kita pada alam semesta,  sebelum menguraikannya saya ingin mengutip dulu bait-bait sebuah  lagu dari Bang H. Rhoma Irama yaitu :

Tiap mala petaka
Didalam dunia
Semua itu karena
Olah manusia
Siapa yang mendatangkan
Banjir yang melanda
Siapa yang mendatangkan
Topan yang melanda
Tanyakan dirimu

Dari bait lagu tersebut, kalau kita hubungkan dengan kondisi alam bangsa Indonesia saat ini atau permukaan bumi, maka kita bisa menerima kebenaran dari bait lagu tersebut. Yang jadi pertanyaan adalah dimana letak kesalahan kita terhadap alam  ini.  Sambil bercanda saya pernah menulis pada status saya di fb dengan kalimat tersebut diatas kemudian saya tambahi pada komentarnya.  “Sungai-sungai di Indonesia sekarang ini sering mengalami kebanjiran atau meluap karena turunnya hujan. Meluapnya air sungai tersebut disebabkan sungai tersebut mengalami pendangkalan sehingga tidak mampu lagi menampung air hujan. Disamping terjadi luapan atau kebanjiran,  air luapan tersebut juga keruh dan tidak sehat”.  Sampai pada sungai yang mengalami pendangkalan ini saja kita sudah bisa menjawab, kenapa banjir, meminjam bait lagu terakhir Bang H. Rhoma Irama, “tanyakan dirimu”. 

Kita lanjutkan akhlak kita pada manusia lain,  sekarang ramai sekali dipertontonkan kepada khalayak ramai melalui televisi atau media-media yang lain tentang demonstrasi, kerusuhan, tawuran, perkelahian dan lain-lain  hampir di seluruh Indonesia.  Sekarang kita tanyakan apa penyebabnya, maka jawabnya adalah  telah terjadi pendangkalan  rohani masyarakat Indonesia. karena mengalami  pendangkalan, masyarakat kemudian meluapkannya dengan turun kejalan atau merusak sarana-sarana yang dimiliki oleh yang mereka anggap bersalah,  atau dianggap sebagai musuhnya.

Sekarang kita evaluasi akhlak diri kita terhadap diri kita sendiri,  apakah mengalami pendangkalan juga atau tidak, untuk menjawabnya kita kembalikan pada bait lagu terakhir “tanyakan dirimu”.   Karena diri sendirilah yang paling paham tentang dirinya, atau mengetahui dirinya. 
Sebagai ukuran atau parameternya,  kita kembalikan saja pada judul diatas yaitu “Hanya yang kosong, dapat menerima tanpa meluap”. Kalimat ini mengandung pengertian, dalam situasi yang seperti apapun hati kita,  apakah senang, apakah susah, apakah sedih, apakah gembira dan lain-lain,  kita menerimanya tanpa luapan, maka dapat dikatakan hati kita dalam keadaan kosong, dan tentu saja isinya penuh dengan Allah.  Sedangkan kebalikannya adalah, apabila  gembira, sedih, senang, susah kita lakukan dengan luapan maka kelihatanlah hati kita sedang mengalamipendangkalan  diisi oleh hal-hal lain selain Allah.

Sekali lagi mari kita evaluasi diri kita,  jika terjadi ketidaknyamanan, janganlah gampang menyalahkan orang lain, tapi lebih dulu salahkanlah diri sendiri.  Karena cara ini adalah jalan terbaik mengatasi  masalah.

Demikian, semoga kita selalu mendapatkan hidayah, dan selalu berada dalam hidayah,  terima kasih, selamat  merenungkan.

Memanfaatkan Pengecualian


Tidak ada manusia yang benar-benar bebas dari kehendak egonya (dirinya) sendiri, kecuali malaikat.  Para malaikat dipelihara oleh Allah dalam kesucian kehendak mereka dan para Nabi dipelihara dari nafsu badaniyah mereka.  Sedangkan jin, manusia telah diberi tanggungjawab untuk berakhlak baik, tapi mereka tidak terpelihara dari pengaruh dosa dan maksiat, kecuali.....

Sungguh besar sekali beban yang ditanggung oleh manusia, harus berakhlak baik, tapi tidak terpelihara dari dosa dan maksiat.
Walaupun diberi tanggungjawab dan tidak terpelihara dari dosa dan maksiat, tapi disanalah juga ada janji Allah yaitu manusia akan lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan malaikat ataupun makhluk lainnya apabila dia bisa memanfaatkan peluang kecil yang diberikan oleh Allah. Peluang kecil itulah yang kemudian saya namakan dengan sebutan kecuali.

Orang yang biasa memanfaatkan kecuali biasanya adalah orang yang berjalan diatas kepercayaan diri yang tinggi, dia juga biasanya adalah orang inspiratif, juga mempunyai semangat yang besar, tidak ketinggalan biasanya juga kreatif, orang yang berkeyakinan semua yang diciptakan oleh Allah selalu ada manfaatnya atau rahmatan lil’alamin, bahkan bisa sebagai seorang yang jenius.  Dikatakan demikian karena pada umumnya orang lain sudah menyerah dengan peluang yang ada, tapi dia tetap berjalan untuk memanfaat peluang/pengecualian itu dengan modal/model yang diyakininya akan mendatang hasil yang diinginkannya.

Berkaitan  dengan jin dan manusia  yang telah diberi tanggungjawab  untuk berakhlak baik, tapi mereka tidak terpelihara  dari pengaruh dosa dan maksiat, kecuali….  mereka yang diberi hidayah oleh Allah agar bisa seperti malaikat, agar bisa seperti para nabi.   Tahapan pertama memang kita harus berpegang dulu pada “Allah akan memberikan  hidayah pada orang yang dikehendaki-Nya”.  Tapi jangan lupa pula dengan firman Allah yang berbunyi , “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu sendiri tidak merubahnya”.  Peganglah kedua dalil tersebut niscaya kamu akan berjalan pada sunnatullah dan sunnaturrasul.  Apalagi kalau dihubungkan dengan perkataan Rasulullah, “Ikhtiar adalah jalanku dan tawakkal adalah keadaanku”.


Mari kita  menguraikan kalimat “ jin dan manusia  yang telah diberi tanggungjawab  untuk berakhlak baik, tapi mereka tidak terpelihara  dari pengaruh dosa dan maksiat, kecuali….”    Dimanakah letak pengecualian tersebut, mari kita pikirkan dan renungkan !
Untuk memikirkan dan merenungkannya kita kutip dulu  kalimat diatas  “Tidak ada manusia yang benar-benar bebas dari kehendak egonya (dirinya) sendiri, kecuali malaikat.  Para malaikat dipelihara oleh Allah dalam kesucian kehendak mereka dan para Nabi dipelihara dari nafsu badaniyah mereka .  Sedangkan jin, manusia telah diberi tanggungjawab untuk berakhlak baik, tapi mereka tidak terpelihara dari pengaruh dosa dan maksiat, kecuali.....  bisa mencontoh seperti malaikat dan nabi,  mampukah kita ?.

Bisakah kita atau mampukah kita, sebuah pertanyaan yang sulit sekali untuk dijawab dan dilaksanakan karena kita tahu sendiri bahwa manusia itu diberi tanggungjawab untuk berakhlak baik, tapi tidak terpelihara dari dosa dan maksiat, tidak seperti malaikat dan nabi.    Malaikat dibekali oleh Allah hanya dengan aqalnya saja, tidak dengan nafsu sehingga malaikat selalu dapat mengabdi dan sujud kepada Allah.  Nabi, walaupun  sama seperti manusia yang lain tapi dibekali oleh Allah dengan sifat kemaksumannya, sehingga selalu terpelihara.  Sedangkan manusia dibekali oleh Allah dengan dua sifat, yaitu sifat seperti malaikat dan sifat seperti binatang atau nafsu dan aqal.  Belum lagi anggapan yang ada pada masyarakat kita, bahwa manusia itu seperti tidak mungkin bisa seperti malaikat bahkan melebihi malaikat.  Sebuah tantangan yang sangat berat dan harus dilakukan untuk bisa meraih pengecualian tersebut.  Untuk dapat meraih pengecualian tersebut adalah dengan mempelajari ilmunya serta mengamalkannya.  Mereka yang berjalan di jalan pengecualian inilah yang saya namakan orang-orang seperti tersebut diatas.

Dengan diciptakannya manusia  dengan dua sisi itu, yaitu aqal dan nafsu ternyata memberi  kesempatan kepada manusia untuk bisa melebihi malaikat bahkan lebih mulia lagi.  Jalan untuk melebihi malaikat itu adalah menuruti sifat-sifat malaikat yaitu dengan selalu sujud dan mengabdi. Agar bisa selalu sujud dan mengabdi kepada Allah, maka manusia harus  mengetahui, mengenal, menjinakkan, mengelola,  mengendalikan, memanfaatkan nafsu dengan pertolongan Allah SWT.  Apalagi kalau kita tamsilkan dengan cerita wayang  “Bharata Yudha”, / Perang Saudara antara keluarga Pandawa dan keluarga Kurawa, maka di dalam diri kita ini selalu ada Perang Saudara antara kebaikan dan keburukan dan ini selalu berlangsung terus. Karena itulah manusia tadi tidak bisa terlepas dari maksiat dan dosa , selalu diintai, selalu berperang sampai akhir hayatnya.

Untuk bisa lepas dari maksiat dan dosa itu maka kita harus berjalan pada jalan pengecualian itu yaitu jalan kebenaran , bebas dari nafsu yang rendah seperti nafsu amarah dan nafsu lawwamah.  Apabila kita sudah berjalan pada nafsu mathmainnah, nafsu mulhimah, nafsu mardhiyah, nafsu aradhiyah, dan nafsu kamilah maka kita sudah berjalan pada jalan malaikat dan kenabian. Otomatis kitapun akan mendapat sebutan seperti malaikat yang selalu bersujud dan nabi yang bebas dari nafsu badaniah, WALAUPUN HARUS SELALU BERPERANG

Inilah yang saya maksudkan  jin, manusia telah diberi tanggungjawab untuk berakhlak baik, tapi mereka tidak terpelihara dari pengaruh dosa dan maksiat, kecuali.....  bisa mencontoh seperti malaikat dan nabi,    Silahkan untuk mencobanya/menjalaninya agar dapat pembuktiannya. 

Rabu, 18 Mei 2011

Bisa tapi Tidak Bisa

Melihat dari tema diatas, memang sulit kita untuk menafsirkannya, apalagi kita hanya membaca judulnya saja,  juga tidak bertanya apa maksudnya.  Karena itu bacalah, tanyalah kalau kamu tidak tahu atau ngerti, karena apabila kamu tidak tahu dan tidak ngerti maka kamu masuk pada kelompok"Bisa tapi Tidak Bisa".
Hehehehehe.....    Sahabat-sahabat terbaikku, bukan itu yang saya maksudkan, tapi persoalan yang dihadapi oleh kita semua  termasuk juga saya.  Apakah itu ?,  untuk lebih jelas, silahkan ikuti uraian dibawah ini.

Sering kita menghadiri dan mendengarkan ceramah agama dan pengajian agama Islam yang disampaikan oleh para ulama. Ketika kita dengarkan, ada beberapa hal dari materi tersebut yang membuat kita merasa tidak nyaman atau tersindir (memang hati kita saja yang buruk). Saya tidak menyalahkan materinya, saya juga tidak menyalahkan gurunya, juga tidak menyalahkan kitabnya, juga tidak menyalahkan ajarannya, dan juga tidak menyalahkan yang hadir untuk mendengarkannya, juga tidak menyalahkan mereka yang tersinggung.

Saya juga pernah mengalami sebuah peristiwa yang saya saksikan secara langsung, dan tidak mengenakkan sama sekali. Kata orang-orang yang berilmu, ulama musuhnya ulama juga, pedagang musuhnya juga pedagang, pejabat musuhnya juga pejabat. Pada waktu pembelajaran agama disampaikan dan sampai pada tahapan tanya-jawab, ada seorang yang hadir pada saat itu yang tidak sependapat dengan penceramah atau guru. Terjadilah diskusi  atau perdebatan yang panas, saling bertahan dengan pendapatnya masing-masing, bahkan menjurus pada permusuhan yang lama dan panjang. 

Saya katakan lama dan panjang karena masing-masing pihak mencari pendukung untuk pembenaran dari pendapat mereka,  hehehehe....  mencari teman yang sependapat,  mencari kitab-kitab penunjang dari pendapat mereka, pokoknya ramai dan seru. Saya bisa mengatakan demikian karena pada waktu itu berada pada posisi netral/bantalan besi bagi keduanya.  Yang satu cari pendukung dan kitab,  saya ikut karena ingin tahu,  kemudian yang satu juga saya datangi kerumah beliau sambil bersilaturrahmi, untuk berdamai pada saat itu belum memungkinkan, masih panassssss.

Pengajian yang saya dengar berikutnya ini agak berbeda, dan kami konsultasikan dengan teman juga merasakan perbedaan tersebut. Dimanakah letak perbedaan tersebut, kalau beliau menyampaikan materi, kami yang mendengarkan tidak pernah merasa tersinggung.

Dari tiga model pembelajaran/pengajian  tersebut, dan kita hubungkan dengan judul diatas yaitu bisa tapi tidak bisa, maka kelompok pembelajaran/pengajian  yang pertama dan kedua saya katagorikan pada pembelajaran/pengajian  bisa tapi tidak bisa. Sedangkan model pembelajaran/pengajian yang ketiga saya katagorikan pada kelompok  "betul-betul bisa".

Dasar dari pengelompokan tersebut adalah Hadits Nabi yang berbunyi "Aku diutus kemuka bumi ini untuk menyempurnakan  akhlak atau budi pekerti yang mulia". 

Kebanyakan dari kita setelah berilmu agama maka bisa dikatakan sudah bisa, namun ada satu hal yang membuat kurang bisa atau tidak bisa, yaitu cara penyampaian yang kurang tepat, membuat yang mendengar tersinggung, membuat mereka menjauh bahkan memusuhi. 

Karena itu, barang yang bagus itu harus pula dikemas dengan bagus sehingga mendatangkan hasil yang bagus pula dalam dan luarnya.  Jangan sampai kita kalah oleh barang yang tidak bagus tapi dikemas dengan bagus sehingga banyak diminati dan disukai orang, padahal  dalamnya  tidak baik. 

Marilah kita renungkan bersama-sama bagaimana kita mengemas agama ini dengan baik, dengan akhlakul karimah seperti yang dilakukan oleh rasulullah,  meminjam istilah seorang teman "Berdamai dengan wajah-wajah yang ada di bumi ini".

Terima kasih

Tuntunan Ilahi

Semua manusia menghendaki jalan kehidupannya baik dan tentu saja benar, tidak ada yang salah, serta selalu lancar tidak menemui ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG). Namun  manusia hanya bisa berharap dan berdoa serta berikhtiar, tapi hasil akhirnya milik Sang Ilahi karena keterbatasan manusia.
Disinilah mulai masuknya manusia dalam tuntunan Ilahi, yaitu hasil akhir......., kalau tidak baik bagaimana mensikapinya dan kalau berhasil bagaimana mensikapinya.
Bagi yang terbiasa dalam tuntunan Ilahi menyikapi segala ATHG, cukup dengan kalimat sederhana "belum waktunya", sambil memikirkan sebab-sebabnya,  kemudian dikaitkan dengan keberadaan Ilahi yang Maha Berkuasa dan diri sendiri yang tiada berdaya. Bagi yang belum terbiasa, akan mencari sebab-sebabnya, mencari jalan keluar tanpa teringat dengan keberadaan yang Maha Kuasa, bahkan kemudian menyalahkan diri sendiri. 
Teman-teman tadi yang sudah memberikan jempol dan komen di catatan saya tentang "Jalan Keluar (1)", maaf catatannya tadi terhapus karena kebodohan saya. 
Jadi teringat dengan sebuah pemikiran,  "kita minta maaf sebenarnya adalah karena ingin dikasihani",  betul atau salah, silahkan kalian pikirkan dan kalau ingin menanggapi, silahkan juga dikasih komen pada catatan ini.
Terima kasih
Silahkan Sahabat-sahabat Terbaikku

Pemikiran Asal-asalan

Hampir satu tahun ini saya merasakan ,  pandangan,  keinginan,  kesenangan,  pengalaman banyak terarah pada yang namanya cinta.  Kenapa  pandangan,  keinginan,  kesenangan,  pengalaman itu banyak mengarah pada yang namanya cinta ? Ada beberapa  kejadian yang bisa saya contohkan :
  1. Kalau nonton acara televisi,  dengan acara “Minta Tolong”, saya sangat suka sekali, daya tarik apa dari acara tersebut sehingga saya suka berlama-lama, bahkan  harus menuntaskan acara tersebut.  Ternyata  kesudahan cerita tersebut adalah,  yang minta tolong akan bertemu dengan orang yang mau menolong dengan ikhlas, tanpa pamrih. Dan sering  yang memberikan pertolongan itu adalah orang yang kehidupannya ekonominya sangat  pas-pasan. bahkan sangat tidak punya.  Walaupun juga kita tidak bisa menutup mata pada acara ini diadakan, menurut saya adalah untuk memberikan  bantuan kepada orang-orang yang mengalami  kesulitan ekonomi sangat tinggi. Tapi dalam proses pemberiannya itu yang dibuat/diseleksi  sehingga sangat menarik, mereka yang ikhlas saja yang akan menerima imbalan tanpa mereka duga sama sekali. Ibaratnya yang mengadakan acara ini mewakili Allah, “Siapa yang bertawakkal kepada Allah maka akan diberi jalan keluar dengan cara yang tidak disangka-sangka”.  Allah menampakkan diri, hehehehe……
  2. Sinetron “Cinta” yang ditayangkan oleh  televisi,  SCTV dan RCTI,    hehehehe….Entah karena  apa saya jadi sangat menyenangi  jenis sinetron seperti ini,  padahal dulu saya tidak menyukainya karena mengandung dan mengundang  bermanja-manjaan,  selalu minta diperhatikan, uring-uringan dan lain-lain. Setelah menyukai, lalu sisi apa yang banyak terlihat,     ooooo sekarang saya menyaksikan sinetron ini dengan hati.   Ternyata apabila menontonnya dengan hati, maka alur cerita menjadi tahu,  dialog juga menjadi tahu, dan tentu saja kesudahannyapun menjadi tahu,  seakan-akan kita yang jadi pemainnya, kita yang jadi sutradaranya, dan kita juga yang jadi penontonnya. Dan yang lebih lucu lagi, walaupun sinetron itu sudah ditayangkan tapi tetap tidak bosan untuk menontonnya, seakan membaca karya sendiri.
  3. Perasaan jatuh cinta  itu sendiri

Belajar dari pengalaman-pengalaman  yang ada itu, manfaat apa yang bisa didapatkan,  menurut evaluasi saya adalah sebagai berikut :
  1. Allah memberikan segenap rasa itu untuk dijadikan pengalaman, dijadikan tuntunan,  kemudian dituangkan pada sebuah tulisan.  Menurut saya,  apabila tulisan yang dituangkan berdasarkan pengalaman, maka hasil tulisan itu menjadi  aktual, hangat,  segar dan mengasyikkan.  Karena yang dituliskan adalah hasil dari sebuah pengalaman yang baru, juga dari hasil segenap rasa yang muncul dalam pemikiran,  sehingga mendatangkan daya imajinasi /inspirasti menulis yang luar biasa.  Tapi ini menurut pendapat saya, jika itu tidak benar alias salah ataupun berbeda, silahkan menurut pemikiran masing-masing.
  2. Agar hasil dari inspirasi tersebut tidak hilang/lewat begitu saja, perlu ada catatan.  Hehehe..  model Al Qur'an, setelah Nabi Muhammad dapat Wahyu, dihafalkan melalui sahabat-sahabat beliau, dan juga dicatatkan supaya terdokumentasi, agar bermanfaat bagi sekalian manusia, amin.
  3. Inilah salah satu berkah yang diberikan oleh Allah kepada kita, kalau mau berpikir dan memikirkannya. Karena alam dan segala isinya ini tecipta selalu ada manfaatnya atau tidak sia-sia.  

Silahkan sahabat-sahabat untuk memberikan masukan dan komennya, terima kasih

Selasa, 10 Mei 2011

Ujian

Sebenarnya, bencana yang datang kepada kamu itu bukannya akan menghancurkan kamu, melainkan sebenarnya adalah akan menguji kamu, mengesahkan kesempurnaan iman kamu, menguatkan dasar kepercayaanmu dan memberikan kabar baik ke dalam hatimu. Allah berfirman :

Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu ; dan agar Kami menyatakan  (baik buruknya) hal ihwalmu. (QS, 47 : 31)

Seorang teman saya ada yang  bertanya, bagaimana cara memandang sesuatu itu bisa kita katakan sebuah ujian atau sebuah anugerah. Masalah bisa dikatakan sebagai sebuah ujian apabila, dilanjutkan, diteruskan, maka akan membawa masalah yang baru dan rumit, tidak saja bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang lain. Artinya masalah itu akan mendatangkan mudharat bagi dirinya, keluarganya, rumah tangganya, tetangganya, lingkungannya, bahkan mungkin bagi agamanya. Maka apabila kita bertemu dengan masalah seperti ini hendaklah berpikir dan menahan diri agar tidak berbuat, dan tentu saja harus bersabar. Sedangkan sebuah masalah bisa dikatakan sebagai anugerah adalah apabila kita teruskan,lanjutkan, maka akan banyak mendatangkan manfaat, baik bagi dirinya sendiri, keluarganya, rumah tangganya, lingkungannya, bahkan bagi agamanya. Apabila hal ini kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari, maka tiada lain bagi kita kecuali harus bersyukur, dan dengan kesyukuran tersebut akan ditambahkan lagi nikmat dan anugerah dari Allah SWT. 

Namun perlu juga kita ingat, bahwa dibalik adanya ujian disitu juga ada anugerah, dan dibalik anugerah disitu juga ada ujian, maksudnya seperti apa ?. Bagi mereka yang diberi ujian, apabila dia sabar dalam menjalaninya maka akan mendatangkan manfaat yang luar biasa bagi dirinya, terutama  akan diberikan pengalaman oleh Tuhan yang tidak bisa didapatkan hanya melalui peristiwa-peristiwa biasa. Namun dibalik adanya anugerah tersembunyi ujian yang mengintai setiap saat, maka perlu kewaspadaan setiap saat, lengah sedikit saja berubah menjadi ujian, tapi ketika dijalani ujian itu kembali berubah menjadi anugerah, bagi orang-orang yang suka berpikir dan beraqal.

Untuk lebih jelas penguraiannya, teman saya juga ada yang bertanya, kenapa kita sering diuji ?, apalagi kalau  sedang berjalan menuju dan di dalam Allah ?. Sebenarnya ujian dan anugerah dari Allah tadi adalah sebagai alat bagi kita untuk mendapatkan kecerdasan, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spritual, maupun kecerdasan ke-Tuhan-an. Agar lebih jelas dalilnya, mari kita lihat riwayat Rasulullah (Nabi Muhammad SAW), beliau berkata "seluruh makhluk permukaan bumi ini Aku-lah, kata rasulullah yang paling banyak ujiannya". Ternyata dengan banyaknya ijuan itu mendatangkan kecerdasan yang luar biasa bagi rasulullah, sehingga beliau dipanggil menjadi nabi yang ummi, nabi yang cerdas, nabi panutan,nabi yang sempurna dan gelar-gelar yang lainnya.
Nah, apabila kita sering merasa diuji oleh Allah dengan berbagai masalah, maka banggalah, syukurilah, bersabarlah, karena hal ini akan mendatangkan manfaat yang sangat besar bagi kita. Cuma, ada kecualinya, hal ini akan mendatangkan manfaat yang besar bagi kita apabila kita menjalani ujian itu disertai dengan ilmu Allah, atau makrifatullah. Karena hasil yang didapatkan oleh seseorang itu juga berdasarkan ilmu yang dia miliki.
Saya teringat  dengan ucapan dari Guru Sekumpul, KH. M. Zaini Ghani, "manusia itu adalah budaknya ilmu", maksudnya manusia itu akan mendapatkan sesuatu itu sesuai dengan (ilmu) atau kepahaman yang dia miliki. Walaupun selalu dilanda ujian, tapi dia tidak memperdalam  makrifatullah, maka pengetahuan tentang ilmu Allah dan rahasia Allah sedikit juga dia dapatkan, karena Allah tidak pernah menyalahi janjinya.
Manfaat lain dari adanya ujian ini adalah, kita dilatih oleh Allah untuk meniadakan kudrat, iradat, ilmu, hayat, pendengar, penglihat, dan perkataan.  Sehingga kita merasa tidak kuasa, tidak berkehendak, tidak berilmu, tidak hidup, tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak berkata-kata. Dari ujian inilah baru kita merasa benar-benar seorang yang lemah, seorang yang fakir, seorang yang hina, dan seorang yang bodoh yang tidak punya kuasa atau cara untuk mengatasi masalah yang kita hadapi kecuali dengan pasrah, kecuali dengan lahawlawala, kecuali dengan innalillah.Apabila kita sudah bisa seperti itu, maka datanglah anugerah kepada kita, dimana keakuan kita semakin berkurang dan ke-Aku-an Allah lah yang muncul dan ini adalah anugerah yang luar biasa sekali.

Oleh karena itu,  manakala kebenaran keimanan kamu telah terbukti dan kamu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak dan perbuatan Allah, dan dengan izin Allah juga , maka hendaklah kamu tetap bersabar dan ridha serta patuh kepada-Nya. Sekiranya kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu, maka janganlah lalai untuk kembali menghadap Tuhan. Mohonlah ampunan-Nya dan memintalah dengan penuh merendahkan diri kepada-Nya.  
Carilah sebab musabab kenapa kamu mendapat ujian dari Allah, mungkin saja kamu tidak sanggup melaksanakan perintahnya itu lantaran kejahatan syak wasangka yang terdapat di dalam pikiranmu, atau kamu kurang bersopan santun di dalam mematuhi-Nya, atau kamu terlalu sombong dan bangga, atau kamu terlalu menggantungkan diri kepada daya dan upayamu sendiri, dan atau kamu menyekutukan Allah dengan dirimu atau makhluk. 
Akibat semua itu, kamu berada terlalu jauh dari  Dia, membuatmu lupa untuk mematuhi Dia, kamu dijauhkan dari pertolongan-Nya, Dia murka kepadamu dan membiarkanmu asyik terlena dengan urusan keduniaan dan menurut nafsu angkaramu. Tahukah kamu, bahwa semua itu menyebabkan kamu lupa kepada Allah dan menjauhkan kamu dari Dia yang menjadikan dan mengasuhmu serta yang memberimu rezki yang tiada terkira. 
Bagi mereka yang mendapat anugerah, waspadalah terhadap apa saja yang dapat menjauhkan kamu dari Allah.  Berhati-hatilah terhadap apa saja selain Allah yang hendak memalingkan kamu dari Allah, apa saja selain Allah bukanlah Allah, karenanya kamu jangan mengambil apa saja selain Allah lalu kamu membuang Allah, karena Allah menciptakan kamu itu hanya untuk mengabdi kepada-Nya saja. Maka janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri dengan melupakan Allah dan perintah-Nya, karena hal ini akan menyeretmu masuk masalah, yaitu dengan sebutan ujian.

Senin, 09 Mei 2011

Peristiwa Menggelikan

Pernahkah kalian mendengar, seseorang yang telah berusia hampir setengah abad jatuh cinta.  Kalau dilihat dari usia, termasuk ganjil, mereka bilang orang tua kegatelan, tua-tua keladi semakin tua semakin menjadi. Cuma kalau dilihat dari fitrah manusia usia berapapun tidak ada yang ganjil, tidak ada yang gatel, tidak ada yang miang, tidak ada tua-tua keladi makin tua makin jadi. Karena kalau kita berpikir secara fitrah berarti cinta itu milik Tuhan, bila kita berpikir tentang hubungan manusia dengan manusia lain maka cinta menjadi beraturan agar tidak terjadi tabrakan. Maka dibuatlah aturan-aturan sosial dari yang sifatnya pemberian sangsi sampai pada teguran, baik teguran yang langsung atau pun teguran yang tidak langsung.  Kata-kata seperti diatas, kegatelan, kemiangan, tua-tua keladi, adalah teguran yang halus dari masyarakat agar kita berhati-hati jangan sampai terperosok. Namun ternyata cinta juga tidak dapat diduga, ia datang tidak bisa kita halangi, dan ia pergi juga tidak bisa kita hindari. 

Teman saya bercerita tentang cinta ini, dia sudah berusia hampir setengah abad, ceritanya begini.

Ketika memasuki tahun 2000 dan berusia 35 tahun, dia melihat  teman wanitanya sedang berbicara dengan temannya seorang pria. Entah karena apa,  waktu  melihat mereka, apalagi kalau sedang ngobrol  hati ini sangat cemburu, semakin dihindarkan semakin mendalam, semakin mau dibuang semakin ingat. Derita ini dia  alami kurang lebih 2 tahun tanpa bisa berbuat apa-apa . Seperti kata pepatah "Buah hatiku istri orang", dan dia  juga sudah beristri. Jadi perasaannya itu dipendam sendiri, karena tidak ingin merusak rumah tangga orang lain dan rumah tangga sendiri. Selama dua tahun dia menanggung perasaan cinta yang sangat berat dan ujian yang luar biasa.  Alhamdulillah, ketika mengakhiri tahun 2002 perasaan asmara dengan istri orang tersebut kembali diambil oleh Allah, sehingga ketikal ketemu, tidak  pernah ada rasa cemburu lagi, ketika ditelusuri kemana hilangnya juga tidak tahu. Sejak adanya  pengalaman inilah apabila menghadapi masalah merasa seperti tidak pernah bermasalah lagi. Seperti istilah dalam tempat pegadaian "mengatasi masalah tanpa masalah".
Tahun 2011 ini rasa itu terulang lagi, hanya sekitar 1 bulan setelah perkenalan, dan yang intensif perkenalan itu sekitar setengah bulan rasa cinta itu muncul lagi dihati dia, pada saat itu dia hanya meihat rasa cinta itu hanya anugerah Allah, jadi dia teruskan dan kalaupun nanti terjebak maka bagi seorang abdi hanya tinggal menikmati, tetapi dalam perjalanannya ada lika-liku laki-lakinya.
Perasaan itu  ia sampaikan, namun ternyata wanita itu adalah seorang yang luas pergaulannya, seorang luwes, mudah bergaul, dan luas pengetahuannya. 
Kalau untuk bersahabat, bersilaturrohmi, dan semua yg sesuai dengan adab dan hukum bersahabat memang tiada masalah bagi saya  dan biarlah saya memberitahu disini, saya lebih menghormati ikatan persahabatan yang jujur berbanding ikatan persahabatan yg disisipkan tujuan dan rasa yg lain dari itu. Ini kerana saya sememangnya tidak boleh bertolak ansur kepada orang-orang yg menggunakan landasan itu untuk melayan rasa yang lain. Kerana apa? semuanya kerana saya tidak mahu keretakan hati atau tergoresnya perasaan org yg telah takdirkan berada dibawah tanggung jawab seseorang itu, seperti anak, isteri dan saudara-saudara mereka. Saya sudah kenal arti rasa, apa itu cinta dan duka, dan saya sudah boleh membandingkan ia dengan rasa tanggungjawab, tuntutan dan janji terhadap Allah. Saya juga seorang yg amat menjaga nilai-nilai hidup dan bermasyarakat, termasuklah menjaga kewajiban saya untuk bermasyarakat dengan sehat dan mematuhi syariat dikalangan orang-orang yg telah Allah letakkan tuntutan mereka keatas saya. Itulah saya katakan, saya seorang yg tega dengan diri saya sendiri .... ! Saya tidak melayani atau memberi ruang untuk rasa cinta lain berlabuh dihati saya selain dari rasa cinta saya kepada Allah sahaja. Jadi walau pun ada kala saya seperti org yg patah harap, namun ia hanya umpama detik2 saat yg datang dan setelah ia berlalu, ia tidak memberikan kesan apa-apa kepada saya. Demikian balasan dari pihak wanita.
Setelah mendengar tanggapan itu,  dia  bilang, maaf karena telah mengusik kedamaian kamu, dan seperti biasa jika rasa cinta sudah tumbuh dan tidak terbalas maka yang muncul adalah kekecewaan, sakit hati.  Namun dia berpikir positif dan berkata dalam hati "peristiwa 9 tahun yang lalu berulang lagi" dan mungkin juga menanggung bebannya  2 tahun kembali.
Memasuki hari kedua dia menanggung kerinduan sendiri, ketika dia mau tidur dan menyerahkan semua persoalan itu pada Tuhan.  Jam 23.00 WITA dia terbangun dari tidur, dan merasakan beban badan terasa ringan, dia teringat ada beban berat yang lagi menghimpitnya yaitu rasa cinta yang tak terbalas. Dia lihat pada badannya, dia lihat pada hatinya, rasa yang menghimpit itu sudah tidak ada lagi, entah kemana perginya. Pengalaman bersama wanita itu bisa terhapus memorinya, padahal sebelum tidur sangat kuat sekali tekanannya.
Demikianlah sekilas pengalaman dari seorang teman, penulis mohon masukan dari pembaca, kenapa memorinya rasa cinta itu bisa terhapus begitu saja?