Laman

Selasa, 22 Maret 2011

Abdi dan Mengabdi

Pengantar
"Allah wahdah laasyarikalah Muhammadan 'Abduhu Warasuluh"
Demikian bacaan yang tertera pada cap/stempel nubuwah yang sering kita lihat dan baca. 
Dari pengertian di atas,  nubuwah (kenabian) adalah sebuah gelar atau anugerah yang tidak dapat dicari, yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang telah mencapai insan kamil (memiliki akal teoritis dan praktis) dengan cara memberikan wahyu kepadanya. Seperti yang telah diungkapkan dalam Al-Quran:

”Itulah petunjuk Allah, dengan itu Dia memberikan petunjuk kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kitab, hikmah dan kenabian…” (Al-An’am: 88-89).

Kenabian adalah derajat tertinggi dan kehormatan yang diperoleh manusia dari Tuhan. Kenabian membuktikan superioritas dari aspek batin seseorang atas orang lainnya. Seorang nabi seperti cabang yang menjulur dari Illahi ke dunia manusia. Dia memiliki intelek tertinggi yang menembus ke dalam realitas dari segala benda dan peristiwa. Lebih jauh lagi, ia adalah makhluk yang ideal, sangat mulia dan aktif. Orang-orang biasa tidak dapat memperoleh pengetahuan nabi. Jadi, seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa gelar kenabian hanya diberikan kepada orang-orang tertentu saja, bukan kepada sembarang orang.

Ditinjau dari segi sosiologis, kenabian (nubuwah) merupakan jembatan transisi dari masa primitif menuju masa rasioner. Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan di sini maksudnya adalah zaman yang penuh dengan keburukan-keburukan moral, penyimpangan akhlak dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa zaman sebelum diutusnya para Nabi dan Rasul sama dengan zaman primitif. Dikatakan primitif karena manusia masih dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan kepada yang magis. Pada saat itu, manusia masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum pada akhirnya sebagian dari mereka beralih kepada kepercayaan monotheisme, dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa setelah para Nabi dan Rasul datang membawa risalah atau ajarannya.

Pembahasan

Walaupun gelar kenabian pada Nabi Muhammad SAW adalah yang terakhir, namun telah memberikan contoh dan pelajaran yang sangat berharga pada ummat manusia pada umumnya serta ummat islam pada khususnya. Seperti dikatakan dalam Al Quran "Pada diri Rasulullah terdapat contoh teladan yang baik".
Ada satu hal yang ingin saya kemukan dan contohkan pada bacaan nubuwah kenabian yaitu Nabi itu sebagai "abdi atau hamba Allah". Apakah pengertian abdi atau hamba yang dimaksudkan oleh Rasulullah itu. Menurut saya pengertian abdi atau hamba itu mempunyai beberapa maksud dan makna yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari :
  1. Abdi atau hamba mempunyai maksud agar kita sebagai manusia tidak bersifat sombong, baik dihadapan manusia atau dihadapan Allah. Kita sering melihat dan merasakan sombong adalah salah satu penyakit yang selalu ada pada manusia, sombong karena pangkat, karena harta, atau karena kelebihan-kelebihan lainnya. Sehingga dengan kesombongan itu ternyata merusak manusia itu sendiri. Wajar saja ketika pulang dari peperangan yang besar dalam perang badar dan mendapatkan kemenagan nabi kemudian mengatakan "musuh yang paling besar dan sulit untuk dikalahkan adalah nafsu". Ya, nafsu yang selalu menempel pada diri manusia dan selalu ada sampai kematian. Berarti kita selalu harus mengangkat senjata berperang melawan nafsu. Apabila nafsu sudah bisa dikemudikan maka kehidupan orang itu akan menjadi tenang, menjadi damai, menjadi luas pikirannya, menjadi cerdas otaknya, menjadi cerdas spritualnya, bahkan menjadi cerdas juga dalam berhubungan dengan Allah SWT.Apabila sudah cerdas segala-galanya maka akan terlihat dalam kehidupan kesehariannya, bermanfaat untuk dirinya, untuk keluarganya, untuk masyarakatnya, untuk agamanya, dan untuk negaranya, bahkan untuk rahmat bagi sekalian alam. Menjadi penerang, menjadi penyejuk, menjadi pelita, menjadi petunjuk, menjadi pembimbing, menjadi penyegar, menjadi guru, menjadi tempat curhat, dan menjadi-menjadi yang lainnya yang mendatang tenaga positif bagi alam disekitarnya. Pernahkan kita merasakan berdekatan dengan orang seperti ini, marilah kita mencari dan mengevalasi keberadaan mereka apakah sudah  bertemu dan ketemu. Untuk mencari Nabi Muhammad Rasulullah SAW sudah tidak mungkin lagi karena kita tidak sezaman, maka figur-figur yang seperti inilah yang perlu kita cari,  kita dekati, kita temani, dan janganlah kita jauhi apalagi kita musuhi, karena mereka adalah pewaris nabi. Kadang-kadang kita dalam mencari figur-figur seperti ini bisa salah atau tersesat. Kenapa salah atau tersesat, karena kita sering tertipu dengan penampilan luarnya saja tidak sampai pada penampilan dalamnya. Sebagai patokan untuk mencari dan bertemu dengan figur-figur itu ingatlah apa yang dikatakan oleh Sayyidina Ali ra, "lihatlah/dengarlah apa yang dikatakannya dan janganlah melihat siapa yang mengatakannya", kata lainnya adalah janganlah melihat status orang itu. Penampilannya menarik, kata-katanya baik dan benar pula, kita pakai.  Penampilannya menarik,  kata-katanya tidak baik dan tidak benar, tidak kita pakai. Penampilan sederhana, benar dan baik kata-katanya, kita pakai. Penampilan sederhana, kata-katanya tidak benar dan tidak baik, tidak kita pakai. Itulah saya fikir kriteria yang paling objektif dalam mencari figur-figur yang sesuai dengan pewaris nabi.
  2. Dalam Islam apabila seseorang mengerti maksud hakiki dari abdi atau hamba ini adalah pangkat yang tertinggi baik dihadapan rasulnya maupun dihadapan Allah. Kenapa menjadi pangkat yang tertinggi ?, karena seorang abdi adalah orang yang tidak memiliki dan tidak berkuasa. Dia hanya dimiliki oleh orang yang memiliki, sehingga menjadi orang yang tidak mempunyai apa-apa. Dia mengadikan hidupnya kepada orang yang memiliki dan menguasainya, dia berbuat, bertindak, dan berfikir sesuai dengan perintah dari tuannya atau orang yang memilikinya. Artinya dia sudah bisa menghilangkan egonya, kepentingan pribadinya. Yang dia lakukan tidak lagi atas namanya tapi atas orang yang memiliki dan menguasainya. Niatnya lillah, billah dan fillah. Wajarlah orang yang menjadi abdi mempunyai pangkat yang tinggi dihadapan Allah, yang akhirnya Allah akan memberi hidayah, pemikiran yang lebih dibandingkan dengan manusia-manusia yang lain. Karena mempunyai kelebihan yang diberikan Allah  maka orang akan mendekatinya, mengelilinginya, minta nasihat dan lain sebagainya. Allahuakbar. Ingatlah kenapa Ka'bah dijadikan kiblat, dijadikan tempat tawaf oleh Allah bagi ummat  islam, karena kerendahan tanahnya dibandingkan tempat lain, makanya pintar-pintarlah merendahkan diri secara wajar, janganlah berlebihan. 
Kesimpulan
Sering kita tertipu oleh pandangan mata kita yang membuat terjerumus, tapi kita tidak mau belajar untuk memandang orang lain dengan mata bathin yang membawa ketenangan, kedamaian. 
Cobalah melihat sesuatu itu dalam segala hal minimal  dua sisi kalau ingin menjadi orang yang arif.

Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar